MENIKAH DENGAN JANDA

Saya telpon seorang sahabat nan jauh di sana, di luar wilayah Jakarta. Saya tanya, "Mbak, bagaimana kalau aku kawin dengan seorang janda?"

Agak lama terdiam, kemudian sahabat itu bilang, "Yaaaa, ndak papa, Gus. Cuman asalahnya, kamu siap ndak? Soalnya, mungkin ini yang pertama terjadi di alumni Wikusama."

Saya pun spontan tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Begitupun dengan sang mBak yang sudah saya anggap seperti saudara sendiri itu. Tentu saja obrolan itu hanyalah sebuah kelakar belaka. Biasa, seperti bila kita bertemu atau saling berkomunikasi. Penuh dengan canda-tawa.

*
Dari obrolan singkat di atas, menunjukkan bahwa nasib wanita masih begitu "mengenaskan". Wanita masih dianggap rendah. Image masyarakat juga tidak begitu banyak berubah; tidak memihaknya. Uniknya, yang bicara seperti itu dari kalangan wanita --dalam hal ini sahabat saya.

Ketidakadilan pandangan terhadap perempuan dalam konteks kehidupan sosial di masyarakat, bisa kita uji kemudian dengan catatan-catatan berikut ini:

Pertama, kenapa bila jejaka mengawini janda, menjadi berita heboh, sementara bila duda mengawini perawan "ting-ting" itu menjadi hal yang biasa? Dan, itu justru menjadi "nilai tambah" bagi sang pria. Sang pria akan dikatakan sebagai seseorang yang "hebat", "tokcer"!

Kedua, bila di suatu lingkungan masyarakat, ada seorang lelaki yang suka "jajan" (main ke tempat-tempat lokalisasi WTS) tidak diheboh atau digunjingkan, sementara bila ada mantan WTS (wanita tuna susila) yang ingin tobat dan kembali ke lingkungan masyarakat secara baik-baik masih tetap saja diasingkan? Digunjingkan, dihina, dipandang rendah dan diisolir dari pergaulan?

Ketiga, kenapa bila jejaka pria kawin dengan perempuan yang lebih tua menjadi sorotan orang, sementara bila ada pria tua, umur 60-an kawin dengan anak ingusan menjadi hal yang wajar?

Gambaran-gambaran di atas menunjukkan, bagaimana masih menyedihkannya nasib dan status sosial kaum perempuan di negeri kita --atau bahkan di lingkaran belahan dunia yang lain. Padahal, dalam Islam banyak sekali mencontohkan bukti konkret betapa Nabi SAW sangat menghargai dan mengangkat derajat kaum perempuan.

Misalnya, ketika Nabi SAW berusia 25 tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu berusia 40 tahun. Dalam riwayat-riwayat yang lain, Nabi SAW juga mengawini janda-janda yang ditinggal mati syahid suaminya, yang tak mampu, miskin, melarat dsb, hingga kemudian muncul stigma yang buruk bahwa Nabi suka kawin.

Nabi SAW juga merubah posisi wanita yang begitu direndahkan pada era Jahiliyah (sebelum Islam), dimana kelahiran bayi wanita tidak diharapkan oleh suku Quraisy dan bahkan kemudian dibunuh. Wanita tak lebih hanyalah barang hadiah, barang yang bisa diperjual-belikan. Dengan kedatangan Nabi SAW, lambat-laun tradisi buruk kaum Jahiliyah itu bisa dirubah.

Kalau Nabi SAW saja tidak ada masalah (mengawini janda), tentu menjadi pertanyaan kritis; kenapa nilai-nilai di masyarakat justru sebaliknya; tidak mendukungnya? Uniknya, pertama, kaum perempuan sendiri justru malah menikmati "kecaman" atas sesama "gender"-nya sendiri.

Kedua, tidak pernah saya dengar kasus semacam ini diperjuangkan oleh LSM-LSM yang selama ini mengaku berlatar belakang memperjuangkan kesetaraan gender. Yang lebih diurus adalah yang menyangkut nasib perempuan dalam relasi dengan kekuasaan. Sementara, nasib perempuan dalam status sosial masyarakat, hampir dilupakan.

Jadi, kawin dengan janda?
(Sebenarnya) siapa takut!!! :)
Share this article :
 

+ comments + 9 comments

Anonim
5 Februari 2009 pukul 21.09

makasi...

saya makin yakin dengan keputusan saya

6 Februari 2009 pukul 03.34

sipp...sip..sipp
memang kita harus yakin dengan pilihan kita itu adalah yang terbaik...;)

Anonim
14 April 2009 pukul 11.26

;)) but, kenapa mesti dinikahi ya....

kan bisa para janda itu hidup mandiri.

banyak kok janda yang mandiri dan sukses


;)

Anonim
29 Desember 2009 pukul 17.23

Sulit membedakan nafsu dengan niat tulus.
Otak isiny sex mulu.
Hidup Kawin...

18 Agustus 2011 pukul 08.56

eh, bener juga ya bro, tulisan ente....
secara kita sudah berlaku tidak adil terhadap wanita, utamanya para janda. seolah-olah mereka buruk banget kelakuannya, padahal bisajadi janda karena suaminya selingkuh (artinya suaminya yang kurang ajar).

menurutku ini tak lepas dari doktrin orang tua kepada anak mereka, dan celakanya generasi muda sekarang ini masih ada aja yang terpengaruh hal itu.

solusinya ? ane juga bingung solusinya apa dan mulai darimana.... hehe

Anonim
30 Desember 2011 pukul 05.44

Biar perempuan skrg sudah emansipasi, tetap ada bedany donk. Perempuan itu kan penuh kelembutan, dsbny, masa disamakan ama lelaki. Kalo gitu ya suruh aja wanita atau janda itu kawin dgn sebanyak2ny lelaki. Kalo laki2 bisa cari WTS, suruh perempuanny jg cari gigolo. Kan adil, biar terangkat derajatny, jangan mau kalah dong, ya gak? kalo kita emang mau menyamakan hak, martabat dan derajat perempuan itu. Jd gimana, masi mau menyamakan hak dan derajat perempuan???

Anonim
7 Oktober 2013 pukul 16.09

makasih ya.. saya janda & saya berani mengambil keputusan mengakhiri penderitaan saya

25 April 2014 pukul 16.08

Saya sudah matang dengan pilihanku yaitu menikahi janda anak satu,saya pgn dia dan anaknya bahagia

Anonim
11 Mei 2015 pukul 11.46

Saya janda dan saya tidak perlu malu dan merasa jauh lebih terhormat daripada punya suami tetapi diperlakukan seperti "janda"

Posting Komentar

jangan lupa email atau facebook supaya terjalin hubungan yang lebih baik...(no-ANONIM) okey!!!
....DIATEI TUPA...

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SIMALUNGUN-KU..? - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger