Sore hari, jika kita menuju pematang raya, kita dapat melihat banyak penjual jeruk yang menggelar dagangan nya dengan tenda tenda. Jeruk raya yang dijual rata rata langsung di ambil dari ladang nya, terasa manis dan segar bahkan bisa di petik langsung. Beberapa mobil mewah terlihat berhenti untuk menimbang dan berbelanja satu dua kilo jeruk. Satu tenda yang berbeda dari yang lainnya adalah sopou jeruk milik Amri Sumbayak yang berada di Merek Raya. Sopou tersebut merupakan hasil kreasi pemiliknya, khas simalungun seperti yang dapat kita lihat di rumah bolon pematang purba.
Amri Sumbayak sejak muda sudah memiliki minat yang tinggi terhadap seni uhir (ornament) simalungun yang dia pelajari secara otodidak. Dengan hanya berbekal pengalaman belajar dari orang tua pendahulu, satu buah buku panduan uhir, ia memiliki intuisi untuk menempatkan beragam jenis uhir dengan komposisi warna dan corak yang tepat. Ia sering di ajak untuk membantu membuat uhir di gedung milik instansi swasta atau pemerintah. Tapi semenjak ada pergantian proyek dengan datang nya pemborong baru, ia tidak mendapat order untuk ikut lagi bekerja.
“Kalau tidak mang-uhir, aku berladang jeruk lah” tambah nya. Hidup serba pas dan sederhana tidak menghalangi Amri Sumbayak untuk terus berkarya. “Sopou ini lah hasil karya ku, masih banyak lagi sebenar nya di kepala ini mau mau menambah corak dan ornament, belum lagi kepala horbou nya. Tapi ku tunda dulu karena kurang dana. Ini baru separuh selesai. Isteri ku sampai marah marah, habis uang untuk membuat sopou. Itu pun tak selesai selesai, masih ada saja yang ditambah…ini lah ..itu lah…” ungkapnya tertawa.
Hidup memang aneh dan tidak selalu di ukur dengan ekonomi. Kita dapat melihat, sesuatu yang berbeda dari sosok keluarga sederhana Amri Sumbayak. Kekayaan budaya dan seni simalungun telah mengisi dan mengalir dari dalam hati dan darah nya. Menjaga martabat, bahwa ia memiliki idealisme di tengah tengah keterbatasan dan ia tidak mau diri nya dihitung dengan uang.
Berkarya walau sederhana selalu mendatangkan kebahagiaan. Maju lah genius lokal dan seniman seniman simalungun…horas….
“Kalau tidak mang-uhir, aku berladang jeruk lah” tambah nya. Hidup serba pas dan sederhana tidak menghalangi Amri Sumbayak untuk terus berkarya. “Sopou ini lah hasil karya ku, masih banyak lagi sebenar nya di kepala ini mau mau menambah corak dan ornament, belum lagi kepala horbou nya. Tapi ku tunda dulu karena kurang dana. Ini baru separuh selesai. Isteri ku sampai marah marah, habis uang untuk membuat sopou. Itu pun tak selesai selesai, masih ada saja yang ditambah…ini lah ..itu lah…” ungkapnya tertawa.
Hidup memang aneh dan tidak selalu di ukur dengan ekonomi. Kita dapat melihat, sesuatu yang berbeda dari sosok keluarga sederhana Amri Sumbayak. Kekayaan budaya dan seni simalungun telah mengisi dan mengalir dari dalam hati dan darah nya. Menjaga martabat, bahwa ia memiliki idealisme di tengah tengah keterbatasan dan ia tidak mau diri nya dihitung dengan uang.
Berkarya walau sederhana selalu mendatangkan kebahagiaan. Maju lah genius lokal dan seniman seniman simalungun…horas….
sumber : Komunitas jejak Simalungun